My Blogsia

December 17, 2013

An Example of A Bad Self-management

Beberapa minggu yang lalu mungkin adalah waktu-waktu ter-hectic-ku di semester ini, semester pertama kuliah.
Semester pertama..... bener-bener masa penyesuaian! Ibaratnya, semester ini musim pancaroba yang membawa kita dari musim panas ke musim penghujan.

Beberapa minggu yang lalu aku melewati sebuah fase yang parah.
Setiap mata kuliah hampir selalu ada tugas, tugas kelompok pula.
Kegiatan kepanitiaan pun ada.
UKM pun tetap jalan.

Dimana aku ke kampus sejak pagi, lanjut kegiatan sampai malam dan lelah.
Cukup malam untukku langsung tidur tanpa mandi bahkan makan.
Cukup lelah untukku terkadang tidur tanpa shalat isya, bangun terlambat hingga kadang mengabaikan shalat subuh.
Astagfirullah.

Tapi yaa, beneran, aku merasa kalau aku menjauh dan menjauh dari Dia.
Dan aku merasa, "kuliah kok gini banget? hidup kok gini banget?"
Mana self-management yang harusnya selalu kamu pegang, Cha?
Hmm.

Dan aku coba untuk kembali ke seharusnya.
Kembali ke Dia yang selalu jadi tujuan manusia ketika mereka ada di bawah.
Yaa Allah, ampuni dosa hambamu ini...
:'|

Jangan lagi, Cha.

Kita Tumbuh

2013 hampir telewati...
Kurang dari satu bulan lagi euy... (tiba-tiba sunda)
Masuk tahun 2014, berarti masuk usia ke-19. Udah besar, ya.

Sekarang aku (atau mungkin kamu juga) ada di masa dimana prinsip-prinsip hidup lambat laun makin jelas. Tidak hanya kita, teman-teman sepermainan pun begitu.
Lingkungan perlahan membentuk kita.
Lingkungan perlahan mengarahkan kita, bahkan mengubah perspektif kita.

A friend of mine told me that he has no believing in marriage. "Aku gak percaya konsep marriage, Cha. Hidup ini pilihan, kan?"
A friend of mine once declared that she is not believe in religion. All she believe is God, but no religion.
In the other side, a friend of mine have made her life-plan. Aku akan nikah umur sekian, di umur sekian aku akan punya anak, dan seterusnya.

Pendewasaan. Ya, aku (dan mungkin kamu) sedang mengalaminya.
Betapa kita mulai meninggalkan pikiran-pikiran lama.
Betapa sudut pandang kita terus menerus berkembang.
Betapa wawasan kita semakin luas.
We are growing.

And as we growing, there comes another responsibility.
Semakin dewasa, kita dituntut untuk mempertanggungjawabkan kedewasaan kita.
Bagaimana melihat dengan lebih objektif.
Bagaimana menerka dengan lebih realistis.
Bagaimana melangkah dengan visionis.

Ya, tentu, level baru sejalan dengan tantangan baru, tugas baru.
Don't you ever dare to grow but denying challenges.

Kalau nggak siap dengan apa yang menghadang, jangan berharap garis finis tercapai.
Hidup itu sejatinya cuma perlu dijalani.
Dan semua yang menghadang perlahan tapi pasti akan terlewati.

Jangan takut, ada Dia, genggam Dia, dan kamu tak pernah sendirian.


Acha. Sedang menjalani hidup seru penuh dinamika.