Warmest regards

December 21, 2025

Pilih Dia Cukup Karena 1 Hal

Ternyata sudah 3,5 tahun lalu aku menikah dengan suamiku. Aku selalu berpikir bahwa mencintai orang itu unik, dan ternyata menikahi orang yang kamu cintai itu lebih unik lagi. Sebelum menikah, rasa cinta tumbuh berbanding lurus dengan 'sparks' yang timbul dari berbagai interaksimu dengannya. Tapi setelah menikah, 'sparks' itu tidak selalu ada karena telah terbiasa, dan rasa cinta mendapatkan pupuk lain untuk bertumbuh, yaitu ketenteraman.


Aku senang dengan fakta bahwa saat ini aku sudah menikah dengan laki-laki yang--menurutku sampai saat ini--terbaik untukku. Tapi sesenang-senangnya, sejauh yang ku ingat, aku tidak pernah mendorong teman-temanku, baik yang seumuran atau yang lebih muda, untuk segera menikah. Karena sudah menjalani pernikahan lah aku semakin yakin bahwa perlu mental dan pertimbangan yang matang.

Orang normal tentunya ingin pernikahannya adalah satu-satunya dalam hidup, itulah mengapa pertimbangan yang matang sangat diperlukan pada dua belah pihak. Pertimbangan yang matang dapat dimulai dari mengetahui tujuan yang ingin dicapai dalam pernikahan. Mengapa kamu menikah? Apa yang ingin kamu capai dengan menikah?

Menurut agama yang ku anut, tujuan utama dari sebuah pernikahan adalah yang aku highlight pada paragraf pertama di atas: ketenteraman.

Ada 1 ayat di Al-Quran yang hampir selalu dicantumkan dalam undangan acara pernikahan seorang muslim, yep it's Ar-Ruum ayat 21, yang artinya seperti ini:

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."
Referensi: TafsirWeb
Dari sini semakin jelas bahwa yang seharusnya kita cari dalam pernikahan itu
bukan "supaya kamu berharta",
bukan "supaya kamu masuk surga",
bahkan bukan "supaya kamu bahagia",
melainkan "supaya kamu merasa tenteram kepadanya".

Satu pertanyaan sudah terjawab.
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana memilih pasangan yang akan membawa ketenteraman?

Nah, kalau ini menurutku pribadi ya, alasan untuk akhirnya menentukan "ah, dialah orangnya", haruslah alasan yang tidak akan lekang oleh waktu. Harta? Sangat gampang hilang dalam hitungan detik. Ganteng? Hmm.. won't last forever. Ibadah? Sangat mudah dibuat-buat.

Lalu apa, dong?
Satu kata: Tabiat.
tabiat /ta·bi·at/ (n) 1. perangai; watak; budi pekerti; 2. perbuatan yang selalu dilakukan; kelakuan; tingkah laku;
Menurutku, tabiat itu hampir tak lekang oleh waktu, sangat sulit untuk dimanipulasi, meskipun tidak mustahil juga.
Kata 'tabiat' terdengar berat dan serius, namun sebenarnya tercermin dari banyak hal sederhana. Tabiat itu bukan apa yang membuatnya sedih, melainkan bagaimana ia menghadapi sedihnya. Tabiat bukan apa yang membuatnya marah, melainkan bagaimana ia mengatasi amarahnya.
Hal-hal sederhana seperti bagaimana ia memperlakukan pelayan di restoran, bagaimana ia menceritakan kedua orang tuanya, bagaimana ia menghadapi nasihatmu, menunjukkan tabiatnya dan itu tidak mudah dibuat-buat.

Tabiat yang baik akan membuatmu tenteram ketika memikirkan jawaban dari "apakah orang seperti ini yang akan menemaniku sampai tua?".

Mengetahui tabiat seseorang memerlukan waktu, jadi jangan terburu-buru menarik kesimpulan. Ada yang bilang, ketika mendaki gunung bersama, pasti keluar tabiat asli seseorang. Hehe, kalian tidak wajib naik gunung dulu kok. Maksudnya adalah situasi yang melelahkan, penuh tekanan, dan kebersamaan akan menguji karakter seseorang. Jadi, mendaki gunung-nya bisa diganti dengan kondisi lainnya, ya.

Perkara ibadah, yes menurutku ibadah yang baik bukanlah gambaran dari orang yang tabiatnya baik. Ibadah di sini maksud aku hal-hal religius yang memang ditampakkan di luar ya, seperti shalat, datang ke kajian, berpakaian sesuai syariat, jidat menghitam (iykyk). Hal-hal itu sangat mudah dilakukan, siapapun pada dasarnya bisa jika tujuannya hanya untuk membentuk persona.

Orang dengan ibadah yang baik bisa jadi orang baik, tetapi bukan penentu. Seperti yang akhir-akhir ini beredar di dunia maya, ada orang bercadar yang ketahuan berzina, ada ustadz besar yang menjadi tersangka pelecehan, ada pemuda alim yang ternyata peselingkuh. Terlalu banyak. Satu kesamaan mereka, yaitu tabiat mereka tidak baik.

Pada akhirnya, post ini hanyalah opiniku ya, readers (if any, wkwk). Semoga kamu setuju, tapi itu bukan kewajibanmu. Aku senang kalau kamu mau berdiskusi, hit me on my IG/X/else.
Akhir kata, semoga kita semua bisa menjadi orang dengan tabiat yang baik, aamiin aamiin.

No comments:

Post a Comment